top of page

        Bahasa merupakan instrument penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa kta bisa berkomunikasi satu sama lain. Meski seolah-olah bahasa itu tidak penting tetapi adalah mustahil manusia hidup tanpa bahasa. Pentingnya bahasa perlu sangat ditekankan. Bangsa Indonesia sendiri mencantumkan betapa pentngnya bahasa dalam sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober yang berbunyi “Kami putra dan putri Indonesia, tak menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”

            Menurut DEPDIKNAS 2005, Bahasa merupakan sebuah ucapan yang berasal dari perasaan serta pikiran manusia yang disampaikan secara teratur dan dengan memakai bunyi sebagai mediumnya. Seperti yang kita ketahui, pikiran seorang manusia itu selalu berkembang mengikuti jaman yang ada, dan bahasa sendiri merupakan hal yang berasal dari pikiran manusia. Oleh karena itu, bahasa bersifat dinamis atau bisa mengalami perubahan mengikuti perubahan jaman yang ada.

            Seperti yang kita ketahui bahasa Indonesia mempunyai banyak ragam yang dipakai sesuai konteksnya. Misalnya untuk acara kenegaraan atau keperluan akademis kita menggunakan bahasa Indonesia baku. Sementara untuk keperluan sehari-hari, bahasa Indonesia yang kita pakai bersifat informal atau tidak baku dan seringkali dipengaruhi oleh bahasa daerah masing-masing. Dan dalam penggunaan bahasa informal ini, biasanya mengalami penyimpangan dari kaidah-kaidah bahasa Indonesia, bahkan dianggap tak layak dipakai dalam percakapan sehari-hari karena dianggap sebagai bentuk “pelacuran bahasa”.

            Penyimpangan yang dimaksud sendiri adalah bahasa alay atau anak layangan. Bahasa alay merupakan penggunaan bahasa resmi, dengan menambah visual, angka, tanda, dan kode.Bahasa alay pada dasarnya memanfaatkan bahasa prokem anak muda Ibu Kota, ragam bahasa yang berkembang di akhir 1980-an, dan kemudian jadi ragam bahasa media jejaring sosial yang khas. Dalam pergaulan media jejaring sosial, menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar malah membuat orang tampak aneh, kaku, dan lucu. Hal ini dipercaya dapat merusak bahasa indonesia itu sendiri karena pepatah sendiri ada yang mengatakan bahasa menunjukkan bangsa. Dimana dimaksud, penggunaan bahasa pada seseorang itu mencerminkan tingginya peradaban suatu bangsa atau tingginya martabat suatu orang. Padahal alay sendiri berarti norak atau kampungan, namun terkesan apabila seseorang tidak menggunakan bahasa alay itu sendiri dianggap, orang itu kaku atau tidak asik untuk berbaur kepada sesama. Prospektif masyarakat inilah yang menurunkan moral bangsa.

            Menurut data kemenkominfo, pengakses internet terbanyak adalah remaja, mencapai 64%. Indonesia berada di peringkat tiga dunia sebagai pengguna media jejaring social (26 juta), setelah Amerika serikat (130 juta), dan inggris (28 juta ).bayangkan,26 juta dari 234,2 juta penduduk Indonesia (data BPS 2010) menggunakan bahasa alay, kendati frekuensi penggunanya terbanyak di kalangan remaja.bisa di simpulkan, selama media jejaring sosial dan SMS ponsel digunakan,bahasa alay akan terus berkembang. Semakin lama dibiarkan,penggunaan bahasa alay akan terus merusak bahasa Indonesia, padahal telah ditegaskan dalam UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan ini disahkan pada 9 juli 2009. UU 24/2009 ini secara umum memiliki 9 Bab dan 74 pasal yang pada pokoknya mengatur tentang praktik penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahas dan lambing Negara, serta lagu kebangsaan. Namun untuk tindak pidana dari UU ini untuk penyimpangan bahasa sendiri belum jelas penerapannya sehingga bahasa Indonesia akan terus mengalami penyimpangan.

            Namun, disisi lain banyak orang yang beranggapan bahwa bahasa alay hadir sebagai buah kreatifitas yang digunakan oleh banyak masyarakat, khususnya muda-mudi dan remaja sebagai bentuk mengekspresikan diri. Selain itu, lingkungan sosial masyarakat juga sebagian ada yang menganggap bahwa apabila seseorang tidak mengikuti perkembangan jaman, seperti tidak mengikuti tren bahasa alay dan tren mode lainnya dianggap tidak gaul atau kampungan.

            Selain itu, bahasa alay sendiri dianggap lebih praktis dalam penggunaan sehari-hari dan dapat mengambarkan situasi secara singkat. Contoh kasus, apabila seseorang berkata “Dia lebay” tentunya anda telah memiliki gambaran  bagaimana si ‘Dia’ ini tergambar sebagai seseorang. Hal ini berarti masyarakat lebih memahami perkataan seperti ini dibandingkan dengan bahasa baku Indonesia seperti “Dia berbicara secara melebih-lebihkan dengan emosi yang berlebihan” hal itu belum tentu dapat ditangkap oleh lawan bicara dan juga terdiri dari banyak kata sehingga lawan bicara akan memproses informasi itu dengan periode yang tidak singkat.

            Dengan begitu, bahasa baku sebaiknya digunakan dalam konteks formal saja tanpa merusak unsur bahasa itu sendiri. Karena bahasa alay tidak digunakan dalam situasi formal atau dalam artian situasi informal, seharusnya bahasa alay dapat tetap digunakan untuk mempersingkat waktu dan memudahkan pembicaraan. Menggunakan bahasa alay juga dianggap dapat menjalin keakraban, menghibur, dan mencairkan suasana. Jadi dalam konteks pembinaan bahasa Indonesia berurusan dengan bagaimana pemakai bahasa Indonesia harus menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai dengan kedudukan dan fungsinya. Sedangkan dalam konteks dinamis dimana bahasa dapat berkembang agar dapat menjalankan fungsinya sebagai bahasa pemersatu, bahasa pemerintahan, bahasa pengantar kependidikan, bahasa perhubungan resmi, dan bahasa pendukung ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun dengan hadirnya bahasa Alay, bahasa Indonesia akan memiliki banyak kosakata baru setiap waktunya.

BAHASA ALAY DAPAT MERUSAK BAHASA INDONESIA

bottom of page